Senin, 23 November 2015

Senyum Bulan Agustus


Bulan kemarin, cukup menyenangkan, gaes. Betapa tidak, saya yang notabene sebagai generasi kurang optimis dipilih warga menjadi wakil panitia pelaksana Agustusan. Tugasnya adalah menyusun segala acara yang ada pada bulan tersebut. Seperti; perlombaan, tasyakuran dan jalan-jalan sehat. Ya, acara-acara tersebut memang cukup mainstream di banyak tempat. Terlebih, kegiatan seperti itu mungkin sudah menjadi tradisi/template yang sudah mendarah daging bagi bangsa Indonesia.
Awal mulanya saya sempat menolak untuk dijadikan tersangka wakil. Ya gimana nggak nolak, lah wong tahun-tahun sebelumnya saya merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi anggota panitia Agustusan. Sibuk. Mondar-mandir sana-sini. Mulai dari ngurusin rapat sama orang-orang. Cari pemasukan buat perlombaan. Dan cari hadiah buat jalan-jalan sehat. Karena sudah dipercaya warga sebagai wakil, mau nggak mau saya harus menjalankan amanah  tersebut dengan elegan. Saya nggak mau ada warga yang demo karena penolakan saya sebagai wakil. Sebab, pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang mau mendengarkan aspirasi rakyat. #Lha
Beberapa hari setelah ditetapkannya saya menjadi wakil, saya langsung mengundang para pemuda, ibu-ibu rumah tangga, dan para sesepuh dari kampung untuk rapat di basecamp karang taruna. Harapannya cuma satu. Mendapatkan usulan serta dukungan dari para warga. Tiap-tiap warga berhak mengajukan usulan. Namun sayangnya, hanya para sesepuh yang berani melontarkan usulan.
‘Wes podo koyo tahun wingi ae lomba e’ teriak seseorang dari pojokan.
‘Iyo, podo koyo tahun wingi ae. Ben ga repot-repot’ teriak sebelahnya lebih kenceng.
Saya bosan. Setiap kali saya rapat bersama warga, orang itu-itu aja yang mengusulkan saran. Selebihnya, para ibu-ibu yang hanya, ‘iya, iya’ aja kaya tumis lemper. Nggak ada yang berani ngomong. Padahal, tujuan rapat kan ya biar menemukan solusi bersama. Supaya di belakangan nggak ada geruneng dalam hati kaya kebanyakan orang. Biasanya, orang-orang kampung saya suka gitu. Pas rapat, ga ada yang ngomong. Giliran hasil rapat udah diketok, dah diputusin, eh, gerunungnya belakangan gara-gara ga setuju sama hasil rapat. Karena hal seperti itu sudah saya ketahui dari sebelumnya, maka saya nggak kaget kalau tiba-tiba ada warga mendadak stroke ringan gara-gara nggak setuju sama hasil keputusan rapat. Nggak edan blas.

Memasuki bulan Agustus, saya dan temen-temen mulai melaksanankan beberapa perlombaan yang sudah ditentukan. Seperti; lomba makan kerupuk, lomba kelereng, dan beberapa lomba lainnya.
Setiap kali perlombaan, seluruh panitia pelaksana saya wajibkan hadir. Bukan bermaksud kejam. Tapi, demi kekompakan dan kebersamaan. Meskipun, terkadang ada saja (oknum) yang hanya bisa memerintah, tanpa bekerja langsung. Saya cenderung acuh. Dan kadang bodo amat. Sejujurnya, saya adalah tipe lelaki yang sedikit ngomong, tapi banyak kerja. Oleh karena itu, saya paling kesel kalau ada orang-orang yang memerintah, tapi dia sendiri tidak bekerja. Rasanya, pengin sekali ceburin dia ke lautan nanah.
Seminggu setelah perlombaan atau bertepatan pada tanggal 16 Agustus, saya mengadakan tasyakuran bersama warga. Dalam hal ini, setiap warga diharuskan membawa beberapa bungkus nasi guna dibagikan setelah tasyakuran. Konon, bagi kampung saya tasyakuran ini adalah wujud rasa syukur kami atas kemerdekaan yang telah diraih oleh para pejuang.

Ketika acara tasyakuran selesai, ada rasa bahagia tersendiri saat melihat warga berkumpul menjadi satu, di satu tempat. Sebab, momen seperti ini jarang terlihat di kampung saya. Guyub dan rukun.
Memasuki minggu terakhir di bulan Agustus, saya disibukkan dengan belanja hadiah perlombaan dan hadiah jalan sehat. Bisa dibilang, pada posisi ini saat-saat yang sangat menyibukkan. Pergi dari satu toko, ke toko lainnnya untuk mencari harga yang lebih murah. Ya, meskipun, ujung-ujungnya pilihan jatuh pada toko pertama.
Menurut saya, muter dari satu toke ke toko lainnya demi mencari harga yang lebih murah ini seperti pedoman hidup panitia setiap  Agustusan. Beda lagi kalau panitianya anggota DPR, bisa-bisa hadiah perlombaan aja dibelikan kasur seharga 12 Miliar. *eh
Sesuai hasil keputusan rapat, untuk hadiah perlombaan saya belikan buku dan alat-alat tulis. Sedangkan untuk jalan sehat, hadiah utamanya saya belikan mesin cuci. Meskipun nggak begitu mewah dalam hal hadiah, tapi warga kampung saya antusias untuk mengikuti jalan sehat. Terbukti dengan 2500 kupon yang habis terjual.

Tidak lupa, kami dari panitia juga mendatangkan elektone atau biasa disebut orkes tapi dalam skala yang lebih kecil. Bukan, bukan untuk dugem. Tujuannya jelas sebagai hiburan. Biar warga nggak monoton mendengarkan nomer undian.
Penyegaran. Cocok buat hidupmu yang berantakan.
Konon, dangdut tanpa sawer itu bagaikan berak tanpa cebok, nggak lengkap. Alhasil, panitia pun sebagian ada yang nyawer ke sang penyanyi. Entah ini tradisi dari negara mana. Yang jelas, sawer is like bagi-bagi duit secara gratis ke sang penyanyi.

Setelah acara jalan sehat selesai, kami dari panitia diundang RW untuk mengikuti karnaval. Acara yang nggak wajib-wajib amat menurut saya. Soalnya nggak ada dalam agenda rapat. Tetapi, demi menghormati seduluran dengan kampung sebelah, sebagian panitia ada yang mengikuti karnaval. Yang menarik dari karnaval sendiri adalah ketika melihat para warga berbondong-bondong merias diri sekeren mungkin atau sejelek mungkin. Ya, pilihannya cuma dua, keren atau jelek. Kalau keren jangan nanggung, kalau jelek juga jangan nanggung. Harus total. 

Sore itu, cukup melelahkan bagi saya. Tapi, saya seneng banget. Seneng, ngelihat warga bisa menutup bulan Agustus dengan sebuah senyuman. Senyuman yang hanya bisa dilihat setahun sekali. Senyum bulan Agustus.

8 komentar:

  1. Udah lama banget ngak ikut perayaan 17 an, tahun depan ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Widdiiiiih, dikunjungi cumilebay. *mendadak malu*

      Hapus
  2. Terakhir ikut lomba agustusan waktu kelas 6 sd. Sekarang udah nggak pernah ikut, soalnya nggak ada di kampungku :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah sayang sekali. Adakan lagi dong! Karang taruna suruh ngadain! XD

      Hapus
  3. Lomba 17an, wihh..sejak jadi emak-emak udah gak pernah ikutan :D
    orang sekitar rumah juga kayaknya gak heboh sama lomba gitu >,<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaaaaa sayang sekali. Kalau bukan kita yang rayain, siapa lagi? huhuhuhu.

      Hapus
  4. seumur-umur ikut kepanitiaan tujuhbelasan pas jd masa-masa kuliah kerja nyata. itupun kebanyakan nurutin kemauannya yang tua-tua... :(

    BalasHapus