Minggu, 22 November 2015

Dear Kamu


Dear kamu
Barusan aku takbiran di mushollah bareng sama teman-temanku. Tapi aku tidak menunggu sampai selesai. Aku tahu, aku harus menulis ini untukmu. Bukan yang lain. Ya, untukmu. Demi tulisan yang sudah direncanakan Tuhan ribuan tahun yang lalu, aku balik sejenak ke rumah, menulis ini untukmu. Aku tahu, Tuhan pasti sudah merencanakan hal ini untukku.
Awalnya banyak yang ingin aku sampaikan. Tapi entah kenapa, setiap melihat fotomu, aku mendadak lupa. 
Sebelumnya, terima kasih untuk setiap cerita, setiap tawa darimu. Terima kasih atas pesan lintas negaranya. Mungkin kamu lupa, tapi aku tidak. Dua tahun yang lalu, aku pernah cemas. Cemas menantikan kabarmu yang jauh di sana. Hingga pada akhirnya, kamu menyapaku dengan pesan singkat, melalui nomer yang entah dari mana asalnya. Aku tidak peduli. Peduliku hanya ketika membaca pesanmu yang singkat. Saat itu dunia mendadak terasa seperti surga. Dan pesanmu bagaikan embun yang menyejukkan. Jika mengingat itu, aku selalu tertawa kecil. Seperti lelaki perjaka yang baru pertama kali jatuh cinta.
Kamu itu menyebalkan. Berkali-kali aku dibuat rindu sama tingkahmu yang tidak masuk akal. Aneh kan? Ya, kadang rindu memang kayak nasi padang. Tidak enak, tapi bikin ketagihan.
Ah, aku terlalu jauh.
Kamu sekarang lagi ngapain? Coba aku tebak. Pasti lagi menunggu seseorang yang pertama kali mengucapkan selamat kepadamu. Ya kan? Ah semoga bukan aku. Lagian siapa juga aku. Aku kan bagaikan daun kates yang diulek mentah-mentah. Nggak guna.
Sebelum aku tutup, aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih atas segala cerita kita. Aku tahu, akan ada masa di mana cerita akan menjadi kenangan. Aku, kamu, adalah penerjemah dari segala skenario Tuhan. Meskipun pada kenyataannya, hanya aku yang bahagia dengan skenarioNya. Tapi kamu, tidak.
Dear kamu, tidak ada yang lebih spesial dari hari ini, hari kelahiranmu. Selamat bertumbuh, mengerti, dan dewasa selalu.
Yang mencintaimu selalu, aku. 

0 komentar:

Posting Komentar