Minggu, 22 November 2015

Cerita Bulan Puasa 2014


http://www.assabile.com/a/date-first-day-ramadan-beginning-ramadan-2

Bulan puasa kemarin, saya jatuh cinta, lagi. Ya, setelah sekian lama vakum dari dunia percintaan, akhirnya saya terjun kembali ke dalamnya. Cewek yang bernama lengkap Intan Alifa adalah segala penyebab saya jatuh cinta. Terima kasih, Intan. Terima kasih.
Bulan Ramadan kemarin adalah bulan yang menurut saya paling spesial di antara bulan ramadan sebelumnya. Bulan Ramadan kemarin terasa spesial, sebab, hati saya ndak kosong lagi seperti sebelumnya. Di mana sebelumnya itu terlihat seperti rumah kosong yang tak berpenghuni, tak ada yang menempati, dan hanya butiran debu yang dengan terpaksa masuk dari jendela. Kiranya seperti itulah kekosongan hati saya selama ini. Menyedihkan? memang. Mengalami kekosongan yang cukup lama, tidak membuat saya menyerah dalam hal percintaan. Bahkan tidak ada sedikitpun trauma dalam diri saya untuk kembali memulainya. Kini, hati yang tadinya kosong, terisi kembali oleh seorang cewek yang jadi pegawai di sebelah toko bapak saya. Entah dia khilaf atau kasihan sama saya. Hati yang tadinya berdebu itu, akhirnya ada yang bersedia membersihkan, dia adalah Intan.
Sebagai penerus kerajaan bisnisnya bapak, setiap ramadan saya selalu ikut jaga toko. Disela-sela jaga toko, saya selalu nyempetin buat flirting-flirting bego gitu, sama pegawai toko sebelah. Kadang setiap kali dia mau ke mushollah, saya ikutin, terus saya siram pake air dari atas tangga. Terus dianya ngambek. Mungkin, hal seperti itu terlihat norak bagi kalian. Tapi, bagi orang yang sedang jatuh cinta, hal seperti itu terasa sangatlah indah. Beneran.Kalau lagi ramadan seperti ini, entah kenapa pegawai di toko sebelah bapak saya cantik-cantik.  Seperti darah segar gitu. Kadang saking banyaknya, saya suka bingung milihnya. Andai saja mencintai 10 orang dan diajak kencan bersamaan itu tidak salah. Hemmm, pastinya saya terkapar kelelahan.
Sebelum kedatangan Intan, sebenarnya saya udah naksir sama seorang cewek, namanya Marlien. Cantik, sih. Tapi, ya, gitu. Si Marlien ini terlalu perhatian banget sama saya. Lah, saya sendiri ndak terlalu suka diperhatikan secara berlebihan. Entah Marlien yang berlebihan atau gimana. Jujur, saya ndak suka seperti itu. Kalau saya dikasih perhatian lebih, saya ngerasa semacam nggak nyaman di diri saya. Seperti, ini bukan diri saya, tapi, ini diri saya yang kamu inginkan. Mau gini, takut dibilang benar. Mau gitu, takut dibilang salah. Jadinya, saya ngerasa terjebak dalam zona jaga image semata. Lagian, saya juga ndak suka yang berlebihan. Sebab, yang berlebihan itu ndak baik. #Halah
Dulu pertama kali deketin Marlien, saya biasa-biasa aja. Saya pikir, mungkin marlien ndak selera sama saya. Setelah sehari, seminggu, sebulan, akhirnya saya ngerasa cocok sama si Marlien. Pengen saya tembak, tapi hati berkata: “biarin aja, ngambang tanpa status.” Dalam masa pendekatan, saya sudah beberapa kali ngajak Marlien buat makan bareng. Mulai dari beli martabak, hingga ke masakan padang. Semuanya saya lakukan hanya sebatas teman, bukan seperti seorang pacar. Sampai suatu ketika, datanglah sosok Intan yang mengalihkan pandangan saya dari Marlien. Namanya juga cowok, ndak bisa liat cewek lebih cantik, akhirnya, saya perlahan-lahan mulai menjauh dari Marlien.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai mencari cara supaya bisa mempunyai nomernya Intan. Saya pun coba menanyakannya ke pegawai bapak.
“Dev, kamu punya nomer hape mbak itu ngga?” tanya saya ke Devi. Devi adalah salah satu cewek yang kosannya sekomplek dengan Intan.
“mbak siapa mas?”
“mbak yang itu loh” kata saya sambil menunjuk ke arah Intan.
“owalah mbak itu, toh”
“kamu kenal ndak?”
“ndak!” jawabnya mantap. “Mas naksir ya?” lanjutnya penasaran.
“aku mintain nomernya, Dev!”
“wani piro, mas??” jawabnya datar.
“owalah, dev, dev. Duwit maneh sing dipikirno!” kata saya, kesal.
Sejenak, saya berpikir. Pada titik ini, saya ngerasa gagal memiliki pegawai yang bisa diajak berkompromi dalam percintaan. Saya ngerasa gagal mendidik pegawai untuk tidak mata duitan. Saya ngerasa berdosa, saya hina, saya ndak perawan. #Lah
Setelah mengetahui kalau pegawai bapak saya ke-mata-duitan, saya memutuskan untuk mencari cara lain. Cara yang mungkin seekor amoeba pun bakalan berpikir dua kali untuk melakukannya. Cara yang menurut saya membutuhkan daya yang cukup besar. Caranya yaitu dengan meminta langsung ke anaknya. Sebagai cowok alumni pesantren, yang hidupnya bermadzhab: “bisa bertemu dengan cewek adalah surga”, berkenalan dan langsung minta nomer handphonenya itu ndak banget. Ndak pernah diajarkan di pesantren, di madrasah juga ndak, di tempat ngaji apalagi. Tapi, yang membuat saya yakin ya tetep quote iki: “cinta itu butuh pengorbanan, kang Mz.”
Esok paginya, saya ndak mau kompromi lagi dengan pegawai bapak saya. Lah wong anaknya mata-duitan. Saya pun memutuskan untuk berkenalan langsung ke anaknya. Ya, emang agak malu, sih. Tapi, ya gimana lagi. Yang namanya cinta itu bukannya harus diperjuangkan, ya, toh?
Khusus hari itu, saya sudah dandan ganteng-ganteng serigala, buat berkenalan dengan intan. Ya, dengan harapan, semoga Intan tertarik dengan saya. Seperti hari-hari biasanya, saya selalu stand by nungguin adzan duhur di pagar mushollah. Sambil nungguin adzan, saya ngotak-ngatik hp sebentar. Ya, biar dikira orang pentinglah. Pucuk dicinta, syahrini pun terbang dengan naga. Adzan duhur belum berkumandang, eh, Intannya telah tiba. Ancen nek wis rejeki iku ndak akan ke mana-mana, mz. Pas Intannya udah di pagar mushollah, eh, lah kok sayanya malah salah tingkah. Hadeh, badeg.
Di depan pagar mushollah, saya berdehem sebentar: “ehem”, guna mencoba menetralisir suasana yang nampaknya mulai menegangkan bagi saya. Tanpa rasa malu, saya pun menyapanya dengan singkat, “hai” kata saya.
“hai juga” jawabnya, acuh dan tak memandangi saya sekalipun.”boleh kenalan, ndak? namaku rizal, kamu?”
“intan” jawabnya, makin singkat.
Itu adalah percakapan pertama saya dengan Intan. Singkat, membekas, tapi bikin saya penasaran. Ya, sesingkat itu pula perkenalan saya. Sesingkat itu juga saya menilai Intan cuek banget marang aku. Meskipun Intan cuek, saya ndak mau menyerah. Saya ndak menyerah buat kenalan lebih dekat lagi dengan intan. Ada kalimat dari legenda yang selalu saya ingat saat akan melakukan sebuah tindakan. Kalimat yang selalu membuat saya yakin untuk tidak menyerah. Dan kalimat itu berbunyi: “yen usaha keras itu pasti onok hasile, mz. percayalah!“. #MbohArtineOPO
Seperti pada manusia umumnya, malam itu saya jadi kepikiran saat perkenalan dengan intan. Lah, gimana, ya. Saya ngerasa, kayak ga punya malu gitu e. Kalau dipikir-pikir, iya juga, sih. Saya sendiri heran atas tingkah saya saat bertemu dengan intan. Padahal, saya itu belum kenal, loh. Tapi, saya itu bawaannya pengen ketemu sama intan. Lah, kok pas udah ketemu, malah njegidek. Untuk pertama kalinya, saya ndak biasanya seperti itu. Kalaupun emang mau kenalan, ya saya biasa aja. Ndak se-excited gitu.
Karena penasaran akan tingkah saya yang mengherankan itu, malam itu juga saya mengirimkan sebuah pesan singkat ke seorang teman yang menurut saya dia sudah “Ahli Dalam Penafsiran.” Saya biasanya manggil Abah. Ya, meskipun dia seangkatan dengan saya, tapi saya menghormati dia karena tafsirannya kadang-kadang ada benarnya juga, yaaa, meskipun lebih banyak salahnya.
“eh, ba. Hari ini, kok, aku aneh banget, ya” kata saya lewat sebuah pesan singkat.
“aneh lapo yo? rinio nang mushollah, tadarrusan” bunyi pesan balasan dari aba, singkat.
Saya pun bergegas menuju mushollah yang berada tak jauh dari rumah. Sesampainya di mushollah, ternyata abah lagi nyruput wedang jahe.
“ba” sapa saya singkat.
“yo,opo yo,opo?” tanyanya seperti tabib praktek pengobatan.
“jadi gini, ba. Tadi, pas aku jaga toko di pasar, aku kenalan sama pegawai yang kerja di pasar, ba. Lah, kok pas kenalan aku jadi salah tingkah, ya, ba. kenopo toh iku ba?”
“owalah, simple iku, mz”
“simple apane ba?”
“berarti tondone iku, awakmu seneng karo areke. Simple, kan?”
“simple udelmu a ba. Aku ra paham”
“oh setan” kata abah, kesal.
Malam itu pun saya didawuhi sama abah. Katanya, kalau orang sudah naksir/suka sama seseorang, biasanya ada gelagat yang aneh pada saat bertemu dengan orang yang disukainya. Entah itu salah tingkah ataupun salah kamar. #Eh

0 komentar:

Posting Komentar